08/01/16
[Review] THE REVENANT
THE REVENANT merupakan film yang paling dibicarakan di awal tahun 2016. Tidak hanya masuk dalam berbagai nominasi Golden Globe, The Revenant langsung masuk dalam daftar 250 film terbaik versi imdb.com. Padahal, untuk film berdurasi 2.5 jam ini mungkin akan terasa membosankan. Akan tetapi apa yang ditawarkan Alejandro Iñárritu (BIRDMAN), sang sutradara, boleh jadi pengobat rasa bosan itu: pemandangan pegunungan bersalju yang indah, penampilan apik dari para pemainnya terutama Di Caprio dan Tom Hardy, dan tentu saja kebrutalan yang mengingatkan saya pada dua film THE RAID.
Kisah ini berdasarkan kejadian nyata, tentang Hugh Glass (Leonardo Di Caprio) yang diserang si beruang dan ditinggalkan hampir mati oleh kelompoknya, yang kemudian bangkit memburu John Fitzgerald (Tom Hardy).
Bukan kebetulan Fritzgeraldz membenci Glass dan anaknya karena Glass beristrikan perempuan Indian Pawnee dan mempunyai anak dengan wajah dan nama Indian, Hawk. Fitzgerald sendiri pernah diserang Indian sehingga kulit kepalanya hilang sebagian. Kesempatan itu datang ketika dia terpaksa menerima tawaran menjaga Glass yang sekarat setelah diserang beruang; dia membunuh Hawk, mengubur Glass, dan meninggalkannya.
Di Caprio disebut-sebut akan memenangkan Oscar lewat film ini meskipun dia tidak banyak bicara karena tenggorokannya robek oleh sabetan cakar beruang. Dan karena ketidakmampuan inilah yang mengantarkannya pada performa terbaiknya. Dia bangkit dari kubur, merangkak puluhan kilometer di salju tebal, hanyut di air yang dingin, membuat api, makan ikan dan daging mentah, lari dari kejaran Indian Rees. Tapi tetap saja penampilan lawan mainnya, Tom Hardy, mencuri perhatian; dia memenuhi syarat sebagai orang yang paling dibenci.
The Revenant memang lebih mengandalkan visualisasi dramatis ketimbang mengisi kekosongan cerita. Ini adalah film tentang dendam dengan kemampuan sang tokoh bertahan dalam luka dan perjalanan panjang, tidak lebih, dan perlu kesabaran bagi penonton hingga dua setengah jam menanti akhir kisah yang sepertinya anti klimaks.
06/01/16
The Hateful Eight
Dengan banyaknya kasus kriminal di Indonesia seharusnya film ini tidak tayang di negeri ini. Namun patut disyukuri juga para begal tidak punya cukup uang untuk pergi ke bioskop atau setidaknya kenal nama Tarantino sehingga kemungkinan kecil mereka beli DVD bajakan atau mengunduhnya secara ilegal.
Mengambil seting musim salju pasca perang sipil, John Ruth (Kurt Russell), seorang pemburu berhadiah, berhasil menangkap buronan penjahat Daisy Domergue (Jennifer Jason Leigh) untuk digantung di Red Rock. Di perjalanan mereka bertemu Mayor Marquis Warren (Samuel L. Jackson, seorang pemburu berhadiah juga) dan Chris Mannix (Walton Goggins, seorang yang mengaku Sheriff baru di Red Rock). Tersesat di badai salju, mereka memutuskan berlindung di Minnie’s Haberdashery (kedai/tempat singgah/toko pakaian). Ketika tiba di sana mereka bertemu orang yang tidak biasa mampir ke tempat Minnie: Bob (Demián Bichir); Oswaldo Mobray (Tim Roth) di Red Rock; Joe Gage (Michael Madsen); dan Jenderal Sanford Smithers (Bruce Dern).
Warren mulai merasakan ada sesuatu yang janggal terjadi di toko Minnie, apalagi dia mulai curiga dengan Bob, pria yang mengaku bertanggung jawab atas toko selama Minnie pergi. John Ruth, meskipun tidak merasakan firasat yang sama, mengantisipasi penggagalan hukuman gantung Daisy dengan mengambil senjata milik Mobray dan Joe Gage. Keadaan mulai mencekam ketika seseorang meracuni teko kopi di saat Warren menembak Jenderal Smithers. John Ruth dan O.B (kusir kereta kuda John Ruth) mati, tapi Chris Mannix berhasil selamat setelah sebelumnya diperingatkan oleh John Ruth. Warren mencurigai salah satu dari Joe Gage, Bob, dan Oswaldo Mobray sebagai orang yang meracuni kopi mereka dan sekaligus menginginkan Daisy Domergue bebas.
Quentin Tarantino mungkin mulai ketagihan membuat film Western pasca suksesnya Django Uchained. Kita juga bisa menemukan sedikit-banyak aroma Django Unchained dalam film ini seperti jagoan berkulit hitam yang berkolaborasi dengan kulit putih, memasukkan unsur politik, dan membuatnya klasik seperti membagi film dalam beberapa bab, narator seadanya, membuat kematian dan kesadisan sebagai hal yang bisa ditertawakan. Dia juga memberikan flashback yang memudahkan penonton dengan mudah memahami dan ‘mewajarkan’ cerita ketika ada ‘orang baru’ muncul di tengah konflik. THE EIGHTFUL EIGHT berarti ada delapan orang yang saling membenci atau curiga. Sebenarnya ada lebih dari delapan orang yang mungkin cukup banyak karakter, Tarantino membuat semua karakternya berfungsi. Bahkan, Channing Tatum, yang saya sebut tadi sebagai orang baru dan bermain sangat singkat, punya peranan sangat penting.
02/01/16
Philomena (2013)
Sekilas film ini tampak membosankan dan
sangat Inggris. Tapi Judi Dench adalah sebuah nama besar dan saya hanya tahu
dia main di film James Bond. Dan Steve Coogan, terkadang saya mengira dia
sebagai Hugh Grant, lebih cocok bermain dalam film komedi. Tapi percayalah ini
film komedi, atau, drama-komedi yang menurut saya benar-benar bikin saya
tersenyum.
Sinopsis
Martin Sixtsmith (Steve Coogan) baru
saja dipecat dari jabatannya sebagai juru bicara politik Tony Blair. Tampaknya
ada skandal yang membuatnya kehilangan pekerjaan. Martin, yang juga pernah jadi
wartawan, tahu apa yang akan dilakukan dalam masa menganggurnya: dia akan
menulis buku tentang sejarah Rusia. Dalam sebuah pesta kecil Martin bertemu
Marry yang menawarkannya untuk menulis cerita tentang seorang wanita tua Irlandia yang
mencari anaknya selama 50 tahun.
Anak itu bernama Anthony, hasil dari
hubungan terlarang seorang perempuan bernama Philomena (Judy Dench). Tidak
ingin menanggung malu Ayah menitipkan Philomena ke sebuah biara. Anthony
dirawat oleh para suster, sedangkan Philomena bekerja sebagai pencuci pakaian.
Philomena hanya punya waktu satu jam setiap harinya bersama Anthony.
Hingga di suatu hari, tanpa
sepengetahuannya, Anthony dibawa pergi dari biara oleh pasangan suami istri
yang kelak menjadi orang tua angkatnya. Setelah itu, Philomena tidah pernah
melihatnya lagi.
Philomena (Phil) dibantu Martin
berusaha mencari jejak Anthony ke Amerika. Ada beberapa adegan lucu di sinii,
seperti ketika mereka naik mobil listrik di bandara, Phil merasa dia
diperlakukan seperti raja. Lalu di sepanjang jalan itu Phil cerita tentang novel
yang dibacanya. Martin mungkin lebih tertarik dengan buku sejarah, tapi
dia terpaksa mendengarkan cerita Phil. Adegan lucunya terjadi di pesawat saat
pramugari menawarkan minuman kepada mereka. Phil yang ingin minum
mengabaikannya karena mengira dia harus bayar untuk minum. Tapi ketika Martin
bilang, “Itu gratis,” Phil memanggil balik si pramugari dan memesan minuman.
Ya, Phil memang seorang wanita desa, dia menikmati hotel dan jalan-jalan ke
Lincoln Memorial.
Singkat cerita mereka tahu Anthony
pernah menjabat sebagai penasehat Presiden Reagen, namun dengan nama lain,
Michael Hess. Tapi ayangnya Michael sudah meninggal delapan tahun lalu. Ketika
Phil merasa pencariannya sudah berakhir, dia memutuskan untuk mengenal anaknya
lebih jauh. Dia juga ingin tahu, apakah anaknya pernah merindukan kampung
halamannya, Irlandia.
Dalam pencarian keduanya ini mereka
mendapatkan temuan baru, seperti Martin yang pernah meliput Michael Hess di
Gedung Putih sewaktu dia masih menjadi wartawan BBC. Kemudian mereka juga menemukan
fakta bahwa Michael Hess seorang gay dan mati akibat AIDS. Tapi yang menjadi
benang merah dari kisah ini adalah tentang terungkapnya peristiwa masa lalu
ketika biara dengan sengaja memisahkan ibu dari anaknya seperti yang terjadi
pada Phil, dan tentang bagaimana Phil memaafkan mereka yang sudah berbuat jahat
padanya.
Label:
Judi Dench
,
Philomena
,
Steve Coogan