23/03/16

[Review] Batman v Superman
















Batman v Superman: Dawn of Justice (BvS) merupakan sekuel dari Man of Steel meskipun di awal cerita kita disuguhkan narasi dan latar belakang Bruce Wayne. Itu karena setingnya waktunya saat berlangsungnya perang dengan pasukan Jendral Zod dan berlanjut pasca kematiannya. Sementara yang menghubungkannya adalah fakta bahwa Wayne Financial berkantor di Metropolis yang nota bene ikut hancur akibat perisiwa tersebut.

Batman v Superman pada akhirnya memang berkisah tentang pertarungan Batman melawan Superman. Selama setengah dari durasi BvS diisi dengan cuplikan-cuplikan yang menghubungkan alasan mengapa mereka bisa sampai bertarung, sehingga pertarungan yang sebenarnya tidak fair menjadi seimbang. Dan untuk itu Zack Snyder berusaha membuat penonton memahami alurnya secara perlahan.

Berbeda dengan Avengers 2 yang mudah ditebak alur ceritanya lewat trailernya, BvS boleh saya bilang jangan percaya pada trailernya. Dalam trailer BvS, Superman digambarkan sebagai penjahat sementara Batman sebagai polisinya, tapi tidak demikian. Di sini Superman adalah sang tertuduh, sedangkan Batman menjadi wakil dari manusia yang sangat marah kepada Superman. Superman dianggap sebagai makhluk asing yang terlalu mencampuri urusan manusia. Lalu di sisi lain ada Lex Luthor yang melihat kesempatan ini sebagai celah untuk menyingkirkan Superman.

Bicara tentang para pemainnya, tentu saja Ben Affleck adalah bintangnya. Ben Affleck lebih ‘kejam’ dan berotot. Dalam hal ini rupanya Snyder juga memerhatikan komentar suara berat Batman-nya Nolan dengan menunjukkan alat perubah suara di topeng. Meski begitu kita tidak perlu menyesali kenapa dia tidak memerankan Batman sejak dulu. Christian Bale cukup baik sebagai Batman muda, namun Ben Affleck memang lebih pantas memerankan sang kelelawar di ‘usia matang’. Kemudian ada Jesse Eissenberg sebagai Lex Luthor yang saya pikir mengingatkan kita pada perannya sebagai Mark Zuckerberg di The Social Network. Alfred yang bijaksana digantikan dengan wajah yang lebih keras (Jeremy Irons) sebagai penyeimbang dari Bruce Wayne ‘baru’. Namun sayangnya Gal Gadot belum siap memerankan film sebesar BvS meskipun dia punya wajah klasik ala Diana Prince-nya Lynda Carter. O ya, jangan lupa ada Bono U2 juga, hehe.

Saya cukup terkejut ketika kritikus menghajar habis BvS dengan Tomatometer per 23/3 sebesar 37%! Meski begitu saya cukup tahu alasannya dan bisa merasakan kekurangan dari film ini. Saya cukup menikmati selama dua pertiga dari durasinya, tapi ketika pertarungan Batman v Superman dimulai dan diikuti dengan kemunculan sang monster, BvS lebih seperti The Amazing Spider-Man. Meski begitu Snyder tidak ingin pertarungan seperti Man of Steel yang memakan durasi lumayan lama; dia membuat penyelesaiannya dengan sebuah kejutan.

Hal lain yang saya perhatikan adalah musiknya. Hans Zimmer yang bertanggung jawab sejak Triologi Batman versi Nolan hingga Man of Steel memiliki ciri khas musiknya pada masing-masing film. Kita pasti ingat original score dari The Dark Knight yang fenomenal itu, atau bahkan dentingan piano dalam Man of Steel. Tapi dengan bertambahnya super hero yang muncul, Hans Zimmer membuat musik untuk masing-masing karakter yang menurut saya terlalu rame dan seolah kehilangan ciri khasnya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar