20/08/15

Menakar Nasib Battle of Surabaya di Bioskop



Tepat hari ini tayang perdana Battle of Surabaya (BoS) di bioskop. Film ini berkisah tentang Film ini menceritakan petualangan Musa, remaja tukang semir sepatu yang menjadi kurir bagi perjuangan pejuang arek-arek Suroboyo dan TKR dalam peristiwa pertempuran dahsyat 10 November 1945 di Surabaya (wikipedia).

BoS memenangkan International Movie Film Trailer (IMFT) untuk kategori People's Choice Award pada tahun 2013 dan masuk dalam nominasi Golden Trailer Awards 2014.

Setelah melalui waktu produksi yang lumayan lama, dan ditayangkan dalam suasana peringatan 70 tahun Indonesia Merdeka, Bos diharapkan bisa memancing rasa nasionalisme dan sedikit pengetahuan tentang sejarah bangsa.

Namun, tampaknya harapan itu kurang bersambut ketika di sebagian bioskop tidak menayangkan BoS di teater utama, apalagi di bulan-bulan ini BoS akan bersaing dengan Inside Out, film besutan Pixar. Bahkan di Mega Bekasi XXI, BoS kalah dari Magic Hour yang tayang di teater 1 (salah satu yang terbesar di tanah air). Di CGVBlitz Bekasi Cyber Park, BoS tayang di auditorium 7. 


Jadwal BoS di Mega Bekasi XXI

Akan tetapi, terlepas dari itu, ada kekhawatiran lain dari film ini, dan mungkin bisa berpengaruh pada persepsi penonton, seperti gerakan dan dubbing yang tidak terlalu luwes, lalu ada adegan yang mirip dengan Sherlock Holmes 2, dan bahkan penampilan sang tokoh, Musa, mirip dengan tokoh Seita di Grave of the Firefiles.


Musa

Sherlock Holmes 2

Musa

Seita, Grave of the Fireflies

Well, meski mengangkat tema perjuangan bangsa, tampaknya film animasi kita masih belum bisa dilepaskan dari ciri animasi Jepang. Namun, saya tetap berharap film ini bisa mendapatkan apresiasi yang bagus di publik sendiri, apalagi mengingat penghargaan yang didapat di luar negeri masih berupa trailer.





15/08/15

The Lunchbox (2013)



Di sebuah daerah di India, ada kebiasaan dimana makan siang dikirim melalui sebuah perjalanan panjang; istri di rumah atau restoran mengirimnya lewat kurir sepeda, lalu diangkut dengan gerobak bersama kotak makan lain dan kemudian dilanjutkan dengan perjalanan kereta. Setelah tiba di stasiun tujuan, barisan kotak makan siang dipilah sebelum diangkut dengan gerobak dan didistribusikan kepada kurir sepeda untuk kemudian dikirim ke meja penerima.
Jangan bayangkan kendaraan yang digunakan sebagus di negara maju, di sana para kurir berjuang melewati hujan, terjebak macet dan berdesakan di dalam kereta. Kotak makan siang yang diantar juga tidak sedikit, bisa puluhan atau bahkan ratusan jika sudah bergabung dari tempat lain. Risiko tertukar pasti ada. Meski demikian, para kurir yakin kotak makan siang yang mereka kirim tidak akan tertukar karena Harvard sudah menguji sistem tersebut dan tidak mungkin ada kesalahan.
Akan tetapi, justru kesalahan itulah yang menjadi tema Lunch Box: ‘Bagaimana jika masakan seorang istri sampai ke meja orang yang salah?’
Kejadian tersebut menimpa Ila (Nimrat Kaur), yang seharusnya mengirim makan siang untuk sang suami malah terkirim ke meja kerja Saajan Fernandes (Irrfan Khan), seorang duda awal lima puluh tahun yang kesepian.
Pada awalnya Ila tidak menyadari kesalahan itu; tidak seperti biasanya dia mendapati kotak makan siangnya kembali dalam keadaan kosong. Pikirnya, itu karena resep barunya sehingga membuat sang suami mau menghabiskan makan siangnya. Tapi dia merasa ada sesuatu yang janggal ketika menanyakan masakannya pada sang suami. Meski sang suami menjawab masakan enak, sang suami menyebut menu yang berbeda dari yang dimasak. Dari situ kecurigaan Ila mulai muncul jangan-jangan suaminya makan dari kotak makan siang yang berbeda.
Fernandes, yang menerima kotak makan siang milik Ila, terkejut dengan perubahan pada menu makan siangnya yang jauh lebih enak dari biasa. Akibatnya, dia malah memuji masakan restoran tempat dia biasa pesan makan siang.
Salah kirim itu berlanjut keesokan harinya, tapi selain mendapat makan siang yang lezat, kali ini Fernandes mendapatkan sebuah surat di dalamnya.
Ila mengatakan bahwa makanan itu ditujukan untuk suaminya, dan tidak lupa berterima kasih karena sudah menghabiskan makanannya. Fernandes membalas menulis surat kepada Ila tanpa ucapan terima kasih dan mengkritik masakannya hari itu yang sedikit asin.
Meski Ila tidak menganggap Fernandes sebagai orang yang tidak tahu berterima kasih, tapi atas anjuran bibinya, dia mengirim makan siang sangat pedas untuk Fernandes. Fernandes yang tidak berprasangka buruk mengatakan dalam surat berikutnya bahwa dia membeli dua pisang untuk menghilangkan rasa pedasnya.
Surat-menyurat lewat kotak makan siang pun berlanjut. Mereka saling terbuka menceritakan keadaan dan latar belakang masing-masing, hingga pada suatu hari Fernandes mengajaknya untuk bertemu.
Ila merasa senang dengan tawaran Fernandes. Mungkin saja pertemuan itu bisa menjadi warna dalam rumah tangganya yang berlangsung garing apalagi ditambah dengan kecurigaannya pada sang suami yang selingkuh.
Ila datang di hari dan tempat yang di janjikan, tapi setelah sekian lama menunggu tidak ada kabar dari Fernandes. Merasa kesal dan dipermainkan, dia mengirimi Fernandes kotak makan siang kosong, seolah menginginkan penjelasan laki-laki itu.
Dalam surat balasannya, Fernandes menjelaskan dia sudah datang ke tempat itu dan melihat Ila. Ila terlihat muda, cantik dan punya impian. Fernandes menyadari dirinya sudah tua, setua kakeknya ketika pergi ke kamar mandi dan melihat wajahnya di cermin.

07/08/15

Silicon Valley 1 - 3 (Articles of Incorporation)



“Hingga saat ini, kehebatan prestasi manusia selalu diukur dengan ukuran: lebih besar, lebih hebat …,” demikian Galvin Belson berkata dalam sebuah video di situs TechCrunch. Foto-foto Taj Mahal, Koloseum, Piramida, dan Sphinx di layar belakang mewakili kata ukuran dan besar. Lalu,  Galvin menyebut nama nano teknologi, mobil pintar, dan sebuah proyek baru Hooli bernama Nukleus, sebuah software kompresi paling canggih di dunia, pesaing Pied Piper.
Richard tidak terlalu khawatir karena kompresi yang ditunjukkannya di Hooli beberapa waktu lalu hanya untuk audio dengan kualitas yang tidak lebih baik, sedangkan Pied Piper mampu mengkompresi bentuk video. Lagipula Richard sudah tidak sabar untuk menunjukkan logo yang tercetak di kaos hijau Pied Piper: seseorang bertopi bulu sedang meniup seruling. Tapi, rekan-rekannya tampak tidak suka dengan logonya. “Seperti pria sedang menghisap p***s,” kata Dinesh. Dan masalah muncul ketika Jared datang dan mengatakan bahwa cek yang diberikan Peter Gregory terdaftar atas nama Pied Piper Incorporated, lalu mengusulkan supaya Richard mengubah namanya.
Tapi Richard tetap bersikeras mempertahankan nama Pied Piper, meski Jared kemudian menjelaskan bahwa nama itu berasal dari dongeng pemain suling pembunuh dan pemangsa anak-anak di dalam gua. Erlich yang baru datang setelah mendengar obrolan mereka juga setuju mengganti nama Pied Piper karena dia malu dengan nama itu. “Richard, lihatlah Aviato,” kata Erlich. “Bukan aku yang  menemukan nama itu, tapi nama itu yang menemukanku pada sebuah pencarian visi. Itulah yang harus kaulakukan.” Richard tahu apa yang dimaksud dengan pencarian visi adalah mengkonsumsi obat-obatan lalu duduk di tengah gurun dan berharap beberapa nama secara acak muncul di kepala.
“Nama mencerminkan perusahaan,” lanjut Erlich, “sesuatu yang penting, sesuatu yang bisa kauteriakkan saat bercinta. Seperti Aviato.”
“U .. U .. Uberrr,” kata Dinesh.
“Go .. Go .. Google,” kata Gilfoye.
Tapi Richard tidak bisa melakukannya saat menyebut “Pied Piper!”
Yep, itulah tema dari episode 3, tentang penamaan dan legalitas perusahaan, sebuah pelajaran penting buat kamu yang ingin memulai bisnis rintisan (start-up).
* * *
Ternyata masalah tidak hanya sampai di situ, Pied Piper sudah terdaftar atas nama sebuah perusahaan pengairan irigasi. Meski diragukan kemampuan bernegosiasi, Richard bertemu Arnold Garnis, sang pemilik Pied Piper. Siapa sangka Arnold mulai menyukai Richard yang menurutnya mirip anaknya, penderita asperger yang suka gemetaran. Selain itu, Richard juga mengingatkannya pada awal mula dia memulai bisnisnya. Dan karena tidak tahu banyak soal dunia IT apalagi masalah kompresi, dia setuju menjual nama Pied Piper untuk seribu dolar.
Seharusnya semua akan berjalan lancar jika Erlich tidak menulis artikel dan menyebarkannya di TechCrucnh, Recode, dan PandoDaily tentang bualan aset miliaran dolar Pied Piper. Richard yang baru tiba di rumah mendapat telpon dari Arnold yang merasa telah dibohongi olehnya. Arnold mengira Richard seperti yang diberitakan di internet sebagai miliader teknolongi, sehingga dia mengubah kesepakatan dan minta US$ 250 untuk nama Pied Piper. Tapi bagaimana Richard bisa mendapatkan US$ 250 ribu sementara sebagian uangnya sudah dipakai untuk membeli mesin margarita dan kartu kreditnya baru saja ditolak?
Richard hampir putus asa. Keempat rekan lainnya kemudian berusaha mencarikan nama pengganti; Jared, Gilroy dan Dinesh menulis semua kemungkinan nama yang bisa dipakai di papan tulis, sementara Erlich minum obat-obatan lalu berkendara ke gurun pasir untuk mencari inspirasi.
Tapi Richard yang merasa sudah mencapai kesepakatan dengan Arnold, memberanikan diri menantang Arnold dan membalikkan keadaan dengan mempertanyakan apakah Arnold seorang pria jujur atau pembohong. Dinesh memuji keberanian Richard, tapi Richard malah menjadi cemas karena Arnold akan datang untuk memukul semua bakteri di wajahnya.
Mereka tahu kedatangan Arnold ketika pintu rumah diketuk dengan kasar lalu memilih bersembunyi dan membiarkan Jing Yang yang membukakan pintu. “Aku mencari Pied Piper,” kata Arnold pada Yang.
“Ini Pied Piper,” jawab Yang. Tapi Arnold tidak percaya. Yang dia tahu Pied Piper adalah perusahaan besar dengan gedung besar.
Tiba-tiba Richard menjatuhkan lampu dan muncul di hadapan Arnold. Dengan gugup dia berkata, “Aku Richard. Aku Richard. Aku Richard.” Jared yang berdiri di belakangnya ikut berkata, “Aku Donald. Donald. Jared. Aku Jared.” Lalu disusul Dinesh menyebut nama Gilfoye, “Gilfoye. Gilfoye. Gilfoye.” Jing Yang melihat rekannya memperkenalkan diri juga bersuara, “Jing Yang. Jin Yang. Jing Yang.” Dan mereka pun seolah sedang melakukan akapela dan membuat Arnold bingung.
Saat tahu bahwa Pied Piper bukan sebuah perusahaan senilai miliaran dolar, Arnold pun melunak dan kembali menceritakan bagaimana dia memulai bisnisnya di garasi. “Aku sedikit merindukan masa-masa itu,” kata Arnold, menawarkan menurunkan harga menjadi US 5000. Tapi Richard yang merasa sedikit berada di atas angin tetap di angka US 1000. Setelah terjadi tawar-menawar maka harga disetujui seperti kesepakatan awal, US$ 1000. Dan Richard pun mendapat nama Pied Piper.

Adegan lain yang kocak adalah saat Erlich duduk bersila di tengah gurun pasir, mencari inspirasi untuk nama pengganti Pied Piper, dimulai dengan: “Sysbit Digital Solutions”, lalu “Integrating Open Data Spaces”, “Techbit Data Solution Systems”. Kemudian muncul tumbuh-tumbuhan di belakangnya dan seiring dengan itu logo-logo internet explorer, windows, like facebook, yahoo, chrome, dsb.melayang di udara.
Sebenarnya selama setengah jam episode 3 ini dibumbui cerita lain yang tidak kalah satire, seperti kisah dua orang yang mengajukan dana ke Peter Gregory namun kesulitan mengikuti keinginan sang bos, serta status Gilfoye; orang Kanada yang secara ilegal tinggal di AS.

06/08/15

M:I - Ethan Hunt Time to Time




Mission Impossible sudah beraksi selama 19 tahun, peran sentral dari IMF pun masih mengandalkan Ethan Hunt (Tom Cruise). Tapi ada sesuatu yang tidak bisa disembunyikan di balik wajah tampan sang tokoh; sejak misi yang keempat, Tom Cruise terlihat tua.

Meski pernah memerankan tokoh seorang ayah pada film War of The Worlds (2005), dalam dua serial terakhir M:I, Tom mulai tampak seperti seorang kakek.

Mari kita lihat sosok Ethan Hunt sejak pertama kali muncul di tahun 1996.  

 
M:I - I (1996)

M:I - II (2000)

M:I - III (2006)

M:I - Ghost Protocol

M:I - Ghost Protocol
 
M:I - Rogue Nation

M:I - Rogue Nation


IMF Menantang James Bond



Awal saya tahu Christopher McQuarrie dari film The Usual Suspects yang berhasil mengantarkannya memperoleh Oscar untuk penulis naskah terbaik. Bersama Bryan Singer, mereka mengakhiri film dengan adegan sensional. Kini dia mengambil peran lebih dengan menjadi sutradara, dan Mission: Impossible 5 – Rogue Nation adalah film ketiganya.
Dalam seri Mission Impossible (M:I) sebelumnya, Brad Bird, sang sutradara, yang lebih dikenal sebagai orang di balik layar suksesnya film animasi (The Incredibles, Ratatouille) berhasil menjadikan Ghost Protocol sebagai M:I terbaik. Tugas McQuaire membuat Mission Impossible 5 lebih baik dari pendahulunya tentu tidak mudah. Tapi, siapa sangka M:I langsung melejit ke puncak box office dengan pendapatan sekitar US$ 56 juta.



Meski jarak tayangnya berjauhan, M:I 5 dan Spectre diputar pada tahun yang sama, dan bisa jadi ‘peraingan’ antara IMF dan James Bond dimulai di sini. Dan sebagaimana kita tahu, baik M:I 4 maupun Skyfall merupakan yang terbaik dari seri sebelumnya. Apalagi, jalan cerita M:I terbaru melibatkan agen rahasia antar negara; antara IMF dan MI6 (agen rahasia Inggris, tempat James Bond bernaung). Tapi, dengan Sam Mendes yang masih dipercaya sebagai nakhoda, tampaknya James Bond masih bisa mengungguli IMF.
Namun di sisi lain, bagi penggemar IMF maupun James Bond pastinya akan dihadapkan pada pilihan subjektif, tentang agen mana yang lebih disukai. MeskipunIMF merupakan sebuah tim, tetap saja sosok yang paling menonjol adalah Ethan Hunt, sehingga ini bisa jadi pertarungan siapa lebih cerdas, lebih tampan, lebih memesona, dan lebih terampil berkelahi. Tapi, setidaknya ada dua hal yang tidak dipunyai Ethan Hunt dalam hal ini, yaitu mobil canggih dan perempuan. Ya, sejak M:I 3, Ethan Hunt masih setia pada istrinya.

05/08/15

Mission: Impossible 5 - Rogue Nation Review



Ada benang merah cerita sejak pertama kali Mission Impossible (M:I) diluncurkan: semuanya berkisah tentang fitnah terhadap Ethan atau IMF (Impossible Mission Force). Dan itu semakin terasa dalam M:I 4 ketika Ghost Protocol diberlakukan dan Ethan Hunt kembali menjadi buruan. M:I 5 menawarkan cerita yang kurang lebih sama saat IMF menjadi pihak yang disalahkan, tapi sepertinya Tom Cruise sebagai produser menyadari dengan memberikan nafas segar kepada IMF di akhir cerita, sehingga kemungkinan kelanjutan di MI 6  tidak akan lagi berkisah di seputar IMF atau Ethan Hunt sebagai korban.

M:I 5 masih berkaitan dengan seri sebelumnya dimana IMF menjadi pihak tertuduh dalam pengeboman Kremlin. IMF dibekukan dan seluruh anggotanya bergabung dengan CIA, kecuali Ethan (Tom Cruise) dan Luther (Ving Rhames). Tentu aja kejadian ini menjadi dilema bagi Ethan yang sedang mengungkap Organisasi Bayangan (Shadow Organization) atau The Syndicate. The Syndicate terdiri dari mantan para agen rahasia dunia yang bertanggung jawab atas kasus-kasus kecelakaan besar di dunia termasuk kecelakaan pesawat di Jakarta yang menewaskan pejabat Sekretaris Bank Dunia. Dan merujuk pada judulnya, organisasi inilah yang dimaksud dengan Rogue Nation (Benji (Simon Pegg) menyebutnya sebagai Anti-IMF karena mereka mengetahui semua gerak-gerik IMF dan membunuh salah satu agennya). Ethan yang kesulitan mengetahui keberadaan Solomon Lane, pimpinan The Syndicate, sebenarnya sangat terbantu dengan hadirnya agen Inggris bernama Ilsa Faust (Rebecca Ferguson) yang sedang menyamar. Tapi rupanya agen tersebut memanfaatkan Ethan untuk mendapatkan flash disk berisi data lengkap tentang The Syndicate.
Mengikuti alur ceritanya seolah kita sedang memasang potongan-potongan teka-teki sederhana namun tidak mudah untuk ditebak. M:I 5 memiliki aksi ketegangan yang lebih bervariasi dan merata, alias tidak terpusat pada satu adegan seperti memanjat gedung Burj Khalifa dalam M:I 4. Lelucon khas Benji pun masih dipertahankan dan cukup berhasil membuat penonton tertawa. Namun sayangnya kali ini Brandt (Jeremy Renner) tidak banyak beraksi seperti dalam M:I 4. 
Dan pada akhirnya ada perbedaan paling mencolok dari keempat film M:I sebelumnya atau bahkan film-film agensi lainnya; di sini M:I 5 mengajarkan bahwa penyelesaian masalah tidak harus diakhiri dengan pertarungan satu lawan satu.