Di sebuah
daerah di India, ada kebiasaan dimana makan siang dikirim melalui sebuah
perjalanan panjang; istri di rumah atau restoran mengirimnya lewat kurir
sepeda, lalu diangkut dengan gerobak bersama kotak makan lain dan kemudian dilanjutkan
dengan perjalanan kereta. Setelah tiba di stasiun tujuan, barisan kotak makan
siang dipilah sebelum diangkut dengan gerobak dan didistribusikan kepada kurir sepeda
untuk kemudian dikirim ke meja penerima.
Jangan
bayangkan kendaraan yang digunakan sebagus di negara maju, di sana para kurir
berjuang melewati hujan, terjebak macet dan berdesakan di dalam kereta. Kotak
makan siang yang diantar juga tidak sedikit, bisa puluhan atau bahkan ratusan
jika sudah bergabung dari tempat lain. Risiko tertukar pasti ada. Meski demikian,
para kurir yakin kotak makan siang yang mereka kirim tidak akan tertukar karena
Harvard sudah menguji sistem tersebut dan tidak mungkin ada kesalahan.
Akan tetapi,
justru kesalahan itulah yang menjadi tema Lunch Box: ‘Bagaimana jika masakan seorang
istri sampai ke meja orang yang salah?’
Kejadian
tersebut menimpa Ila (Nimrat Kaur), yang seharusnya mengirim makan siang untuk sang suami
malah terkirim ke meja kerja Saajan Fernandes (Irrfan Khan), seorang duda awal lima puluh
tahun yang kesepian.
Pada awalnya
Ila tidak menyadari kesalahan itu; tidak seperti biasanya dia mendapati kotak
makan siangnya kembali dalam keadaan kosong. Pikirnya, itu karena resep barunya
sehingga membuat sang suami mau menghabiskan makan siangnya. Tapi dia merasa
ada sesuatu yang janggal ketika menanyakan masakannya pada sang suami. Meski
sang suami menjawab masakan enak, sang suami menyebut menu yang berbeda dari
yang dimasak. Dari situ kecurigaan Ila mulai muncul jangan-jangan suaminya
makan dari kotak makan siang yang berbeda.
Fernandes, yang
menerima kotak makan siang milik Ila, terkejut dengan perubahan pada menu makan
siangnya yang jauh lebih enak dari biasa. Akibatnya, dia malah memuji masakan
restoran tempat dia biasa pesan makan siang.
Salah kirim
itu berlanjut keesokan harinya, tapi selain mendapat makan siang yang lezat,
kali ini Fernandes mendapatkan sebuah surat di dalamnya.
Ila
mengatakan bahwa makanan itu ditujukan untuk suaminya, dan tidak lupa berterima
kasih karena sudah menghabiskan makanannya. Fernandes membalas menulis surat kepada Ila tanpa
ucapan terima kasih dan mengkritik masakannya hari itu yang sedikit asin.
Meski Ila
tidak menganggap Fernandes sebagai orang yang tidak tahu berterima kasih, tapi atas
anjuran bibinya, dia mengirim makan siang sangat pedas untuk Fernandes.
Fernandes yang tidak berprasangka buruk mengatakan dalam surat berikutnya bahwa
dia membeli dua pisang untuk menghilangkan rasa pedasnya.
Surat-menyurat
lewat kotak makan siang pun berlanjut. Mereka saling terbuka menceritakan keadaan
dan latar belakang masing-masing, hingga pada suatu hari Fernandes mengajaknya
untuk bertemu.
Ila merasa
senang dengan tawaran Fernandes. Mungkin saja pertemuan itu bisa menjadi warna
dalam rumah tangganya yang berlangsung garing apalagi ditambah dengan
kecurigaannya pada sang suami yang selingkuh.
Ila datang
di hari dan tempat yang di janjikan, tapi setelah sekian lama menunggu tidak
ada kabar dari Fernandes. Merasa kesal dan dipermainkan, dia mengirimi
Fernandes kotak makan siang kosong, seolah menginginkan penjelasan laki-laki
itu.
Dalam surat balasannya,
Fernandes menjelaskan dia sudah datang ke tempat itu dan melihat Ila. Ila
terlihat muda, cantik dan punya impian. Fernandes menyadari dirinya sudah tua,
setua kakeknya ketika pergi ke kamar mandi dan melihat wajahnya di cermin.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar